Senin, 28 Januari 2013

> Pendalaman Tentang Makrifat, Hakekat, Tarikat, Syariat

Pemahaman yang beredar dalam khasanah sufistik, tasawuf atau mistik Islam bahwa perjalanan spiritual itu dimulai dari menjalankan syariat, memasuki jalan suluk tarekat dengan berdzikir, kemudian berolah pikir di aras hakekat, hingga berujung pada mengenal Tuhan setelah bermakrifat/ bertemu dengan-Nya.
Mohon maaf bila pemahaman tersebut perlu didekonstruksi dan didiskusikan ulang. Sebab keyakinan kita atas hal itu bisa jadi salah.
Menurut saya, proses bahwa perjalanan spiritual itu justeru tidak dimulai dari syari’at, tarekat, hakikat, hingga ma’rifat. Namun lihatlah perjalanan spiritual Nabi Muhammad SAW, teladan umat muslim justeru yang terjadi adalah kebalikannya:
Perjalanan spiritual justeru dimulai dari makrifat, tarekat, hakikat dan akhirnya sampai pada syariat.
makrifat adalah bertemu dan mencairnya kebenaran yang hakiki: yang disimbolkan saat Muhammad SAW bertemu Jibril, hakikat saat dia mencoba untuk merenungkan berbagai perintah untuk IQRA, tarekat saat Muhammad SAW berjuang untuk menegakkan jalanNya dan syariat adalah saat Muhammad SAW mendapat perintah untuk sholat saat Isra Mikraj yang merupakan puncak pendakian tertinggi yang harus dilaksanakan oleh umat muslim.
Itulah sebabnya, syariat sholat adalah pendakian spiritual yang terkadang justeru dilalaikan oleh kaum sufi dan para ahli spiritual. Padahal, Nabi Muhammad SAW memberi tuntunan tidak seperti itu.
Sholat adalah komunikasi tertinggi serta pertemuan antara Tuhan dan manusia. Sholat juga merupakan pertemuan titik modulasi dimensi yang lahir dan batin antara Tuhan Yang Maha Lahir dan  Maha Batin dengan manusia yang merupakan makhluk satu-satunya yang memiliki SDM untuk mempertemukan titik temu dari dua dimensi tersebut dalam dirinya.
Titik temu itu terletak pada kesadaran. Nah, Bagaimana penjelasan tentang perjumpaan Tuhan dengan manusia? Monggo kita sholat dengan khusyuk. Cari titik paling hening dan nikmatilah wajah Tuhan dan bermesra an lah dengan Dia, Yang Maha Terkasih.
Itu sebabnya, bila Sholatnya bagus maka perilakunya pasti baik, sehingga dari perilakulah kita bisa menakar apakah seseorang itu sudah bermanunggal dengan Tuhannya. Perilaku adalah ibadah yang menjadi Shahadat manusia yang sudah mencapai taraf Insan Kamil, yaitu bermanunggalnya makrokosmos dengan mikrokosmos.

Tingkatan Makrifat, Hakekat, Tarekat, Syariat itu adalah idiom-idiom yang biasa digunakan kalangan tasawwuf atau ahli tarekat.
Apa yang mereka ajarkan itu sebagiannya ada yang benar, namun tidak ada jaminan
semuanya benar.
Sebab kalangan ahli taawwuf dan tarikat itu sendiri
ada banyak ragamnya. Dari yang paling bersih hingga yang paling kotor. Paling
bersih maksudnya adalah bersih dari beragam bentuk bid’ah dan syirik. Di mana
semua yang diajarkannya selalu dilandaskan kepada riwayat dan sunnah-sunnah
Rasulullah SAW dan masih konsekuen dengan hukum-hukum syariah.
Namun tidak sedikit di antaranya yang justru sudah
menginjak-injak syariah itu sendiri serta sulit menghindarkan diri dari khurafat,
bid’ah dan fenomena syirik. Bahkan boleh dibilang sudah keluar dari syariah
Islam yang telah ditetapkan oleh para ulama. Sehingga idiom syariah, tarekah,
makrifat dan hakikat itu hanya sekedar pemanis di bibir. Namun pada hakikatnya
tidak lain merupakan sebuah pengingkaran terhadap syariah serta merupakan
penyimpangan dari manhaj salafus shalih.
Kalau syariah diletakkan paling rendah, akan muncul
kesan bahwa demi kepentingan tarekah, makrifat dan hakikat, syariah bisa
dikesampingkan. Dan paham seperti ini berbahaya bahkan sesungguhnya merupakan
bentuk pengingkaran terhadap agama Islam.
Jangan sampai ada anggapan bahwa bila orang sudah
mencapai derajat makrifat apalagi hakikat, lalu dia bebas boleh tidak shalat,
tidak puasa atau melakukan hal-hal yang bertentangan dengan syariat itu sendiri.
Kalau ajaran yang Anda tanyakan itu cenderung berpikiran seperti itu, ketahuliah
anda telah salah dalam memilih ulama. Kalau makrifat dan hakikat boleh menyalahi
syariah, maka ulama yang Anda sebut itu tidak lain adalah syetan yang datang
merusak ajaran Islam.
Sebab Rasulullah SAW tidak pernah mengajarkan
makrifat dan hakikat, beliau hanya meninggalkan Al-Quran dan Sunnah sebagai
pedoman dalam menjalankan syariah. Dan tidaklah seseorang bisa mencapai derajat
makrifah dan hakikah, manakala dia meninggalkan syariah.
Semua manusia mempunyai kekurangan, bilamana apa yang saya ketahui ini salah, mohon maaf dan mari berbagi dalam pencerahan sehingga semuanya menjadi terang.

Wallahu a’lam bishshawab, Wassalamu ‘alaikum
warahmatullahi wabarakatuh

di sadur dari perbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar